Senin, 27 September 2010

Pilkada Klaten, Bupati Incumbent di Atas Angin

Klaten – Bupati incumbent, Sunarna, diperhitungkan akan kembali memimpin Kabupaten Klaten untuk lima tahun ke depan. Hasil perhitungan sementara Pilkada Klaten yang digelar hari ini menunjukkan dominasi calon yang diusung PDIP, Partai Demokrat, dan PKS tersebut.
Pilkada Klaten digelar hari ini, Senin (20/9/2010). Dengan jumlah pemilih yang masuk DPT sebanyak 1.015.833 jiwa yang terdaftar di 2.473 TPS.
Pilkada diikuti oleh tiga pasangan, yaitu Sunarna – Sri Hartini yang diajukan oleh PDIP, Partai Demokrat, dan PKS; Agus Winarno – Sri Kertati yang diajukan Partai Golkar dan PKB; serta pasangan Sardjono – Agus Murtana yang diajukan PAN, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.
Sunarna adalah bupati incumbent. Sedangkan pasangannya, Sri Hartini, adalah istri bupati Klaten periode 2000-2005, almarhum Haryanto.
Dalam perhitungan sementara, Sunarna memimpin perolehan suara. Data yang masuk ke KPU Klaten hingga pukul 17.30 WIB, dari 1.657 TPS yang sudah masuk menunjukkan Sunarna – Hartati memperoleh 64,13 persen, Agus – Kertati memperoleh 28,38 persen, dan Sardjono – Murtana memperoleh 7,49 persen.
Sedangkan perhitungan quick count yang dilakukan DPD Klaten diprediksikan Sunarna – Hartati akan memenangi Pilkada dengan memperoleh 66,53 persen. Sedangkan Agus – Kertati memperoleh 25,72 persen, dan Sardjono – Murtana memperoleh 7,75 persen. Muchus Budi R. - detikNews

Selasa, 07 September 2010

PERANG MALAYSIA VS INDONESIA..satu kemungkinan

Seriously, apakah kita siap berperang melawan Malaysia?

----------

Melihat banyak sekali "perang kata-kata" yang mengesankan forum berita dan politik sebagai nothing but a "reluctant Fight Club", gue mencoba mengangkat diskusi tentang dengan tema: Seriously, apakah kita siap berperang dengan malaysia..

Banyak sudah komentar-komentar yang dilontarkan oleh para petinggi kita, baik politik maupun militer tentang perlunya menunjukkan kepada Malaysia, bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan berdaulat. Dari sisi politik, ada yang mendukung pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia, ada yang mengancam memutuskan pengiriman TKI/TKW ke Malaysia, namun ada juga yang merasa bahwa riak-riak hubungan diplomatis dengan Malaysia "dicuekin' saja".

Di sisi pertahanan, TNI katanya akan melakukan gelar latihan tempur di perbatasan Indonesia dan Malaysia untuk mendukung tekanan diplomatis terhadap Malaysia. Tapi yang menarik dari komentar-komentar para petinggi militer Indonesia adalah bahwa latihan militer atau gelar pasukan adalah untuk menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara yang lemah, but contradiktif dengan pernyataan kemudian bahwa yang dibutuhkan Indonesia adalah penambahan personnel, pembangunan armada..

Dari berbagai komenar di forum ini, saya tidak ragu sedikitpun akan nasionalisme dan semangat perjuangan bangsa Indonesia, yang sudah terbukti ampuh melawan penjajah dulu. Namun fakta membuktikan bahwa pelecehan terhadap Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia sudah terlalu sering terjadi, yang menjatuhkan martabat bangsa maupun yang terang-terangan mencaplok bagian dari kedaulatan bangsa dan kenyataannya, kita belum berani melakukan sebuah diplomasi radikal (baik persuasif maupun militer) terhadap Malaysia.

Pertanyaan saya adalah: Seriously!! Apakah Indonesia (kita) benar-benar siap untuk melakukan diplomasi radikal terhadap Malaysia to the extent, apakah hari ini, kita siap berperang melawan Malaysia dengan kemenangan di pihak kita???

Rabu, 01 September 2010

Percepat Perundingan Batas Wilayah

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, perundingan batas wilayah Indonesia-Malaysia harus segera dituntaskan agar tidak terjadi insiden yang mengganggu hubungan kedua negara.
"Pemerintah Indonesia berpendapat bahwa solusi yang paling tepat untuk mencegah dan mengatasi insiden-insiden serupa adalah, dengan cara segera menuntaskan perundingan," kata Presiden, di Mabes TNI Jakarta, Rabu (1/9/2010) malam.
Presiden menjelaskan, perundingan yang dilakukan meliputi perundingan batas wilayah darat dan maritim termasuk di wilayah selat Singapura, dan perairan Sulawesi, atau perairan Ambalat.
"Indonesia berpendapat bahwa perundingan menyangkut batas wilayah ini dapat kita percepat dan kita efektifkan pelaksanaannya," kata Presiden.
Presiden menambahkan, perundingan harus didasari niat dan tujuan yang baik, agar insiden-insiden serupa yang mengganggu hubungan baik kedua bangsa dapat dicegah dan tiadakan.
Presiden menegaskan, memelihara hubungan baik dengan negara sahabat, apalagi dengan Malaysia, sangat penting.
"Tetapi, tentu kita tidak bisa mengabaikan kepentingan nasional, apalagi jika menyangkut kedaulatan dan keutuhan NKRI," katanya menegaskan.
Terkait itu Presiden mengatakan dirinya telah mengirim surat kepada Perdana Menteri Malaysia, yang intinya menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas terjadinya insiden penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh aparat Malaysia. "Saya juga mendorong agar proses perundingan batas maritim dapat dipercepat dan dituntaskan," ungkapnya.
Presiden menekankan, Indonesia menginginkan agar perundingan yang akan dilangsungkan kembali mulai 6 September 2010 dapat mencapai kata sepakat. Indonesia akan terus mendorong Malaysia untuk benar-benar menyelesaikan perundingan batas wilayah yang sering memicu terjadinya insiden dan ketegangan.
"Dengan demikian, dengan dapat dicegahnya ketegangan dan benturan-benturan yang tidak perlu, saya yakin permasalahan, hubungan baik dan kerjasama bilateral antara Indonesia-Malaysia akan berkembang lebih luas," tuturnya.
Kepala Negara menegaskan, dalam hubungan antarbangsa yang lebih luas, kedaulatan dan keutuhan wilayah adalah sangat vital dan harus tetap dijaga. "Kita harus terus membangun diri menjadi negara yang maju, sejahtera, dan bermartabat, dengan tetap menjaga hubungan baik dan kerjasama dengan negara-negara sahabat," demikian Presiden Yudhoyono.

Andai Perang Lawan Malaysia Terjadi



Andaikan hari ini perang benar-benar terjadi antara Malaysia dan Indonesia untuk mempertahankan Ambalat, siapa yang menang? Indonesia bisa saja menang, tetapi jika mengingat seringnya pesawat TNI kita jatuh dan kecelakaan baru-baru ini, saya agak khawatir, ada kemungkinan Indonesia bisa juga kalah (dengan catatan perang hanya terjadi di sekitar Ambalat saja, tidak melebar ke wilayah lain di Indonesia atau Malaysia). Tentu hal ini bukan sebuah apriori, tetapi sebagi bentuk kekritisan sebagai anak bangsa :-) . Anda boleh tidak setuju dengan pandangan saya ini. Begini alasannya. Lihatlah peralatan militer negara kita, sudah usang, rapuh, dan tidak aman. Buktinya dalam dua bulan terakhir ini sudah 4 pesawat TNI yang jatuh dan memakan banyak korban jiwa, khususnya para prajurit terbaik bangsa. Mereka harus gugur bukan karena berperang, tetapi karena faktor teknis pesawat yang sudah tidak aman lagi untuk diterbangkan. Itu baru pesawat udara, kondisi yang sama juga terdapat pada kapal tempur di lautan. Hampir semuanya berusia tua, lamban, dan kurang didukung peralatan canggih. Embargo militer dari AS membuat Indonesia tidak bisa memperbarui peralatan militernya. Banyak onderdil peralatan militer tidak bisa dibeli dari Amerika, akhirnya prinsip kanibalisme pun berlaku. Onderdil peralatan yang satu dicomot dari peralatan yang lain yang tidak terpakai untuk menyiasati onderdil yang tidak bisa dibeli dari AS. Benar-benar menyedihkan. Jadi, bagaimana mau bertempur dengan kondisi peralatan militer yang pas-pasaan itu?
Malaysia, meski negaranya lebih kecil dari Indonesia, tetapi lebih makmur. Dengan kondisi keuangan mereka yang lebih baik, mungkin saja mereka telah mempercanggih peralatan militer sembari mengamat-amati kondisi militer negara tetangga. Sebagai test case, mereka memprovokasi kapal perang TNI di perairan Ambalat. Maksudnya sih untuk melihat sejauh mana kesiapan dan kecanggihan kapal tempur TNI itu.
Orang-orang Indonesia yang geram dan marah melihat Malaysia memprovokasi TNI di Ambalat tergugah pula rasa nasionalismenya. Kemarahan itu sebenarnya sudah disulut sejak lama, sejak para TKI kita menjadi bulan-bulanan penyiksaan para majikan di Malaysia. Begitu rendah nilai orang Indonesia di mata orang Malaysia, sehingga di Malaysia para TKI itu dipanggil Indon. Isu TKI belum habis, muncul pula klaim dari Malaysia yang membajak karya budaya yang dianggap milik Indonesia, seperti batik, angklung, reog, lagu rakyat Maluku, dan sebagainya. Lalu terakhir isu si cantik jelita Manohara ikut pula memanasakan suasana. Kloplah semua itu untuk memantik semangat heroik para pemuda. Dimana-mana muncul pasukan sipil dadakan, pasukan bela diri, atau pasukan berani mati yang siap berperang melawan Malaysia. Dengan rasa marah yang memendam, mereka siap dikirim ke Ambalat untuk bertempur. Semangat sih boleh saja, tetapi saya kira sia-sia saja usaha mereka itu. Mau berperang dengan Malaysia pakai apa mereka itu? Pakai bambu runcing atau senjata rakitan? Jelas mereka akan mati duluan dibom pesawat tempur Malaysia yang canggih itu.
Dari segi jumlah penduduk Indonesia memang jauh lebih banyak daripada Malaysia. Mungkin kalau perang langsung satu lawan satu dengan rakyat Malaysia jelas Indonesia akan menang, tetapi itu kan perang zaman kuno. Sekarang ini perang zaman modern adalah perang antara militer dengan militer, peralatan canggih versus peralatan pas-pasan. Diatas kertas jelas negara yang mempunyai peralatan tempur yang canggih yang akan menang. Jumlah penduduk negara tidak punya peranan penting. Lihatlah Israel, negara mini di Timur Tengah, tetapi mereka mampu mengalahkan negara-negara Arab dalam perang 6 hari pada tahun 1960-an ketika merebut dataran tinggi Golan, padahal penduduk Israel hanya beberapa juta jiwa, namun mereka mempunyai senjata ultramodern yang tidak dimiliki oleh negar-negara Arab.
Yang harus dilakukan saat ini adalah bukan perang dengan Malaysia, tetapi memikirkan keselamatan para prajurit TNI itu. Janganlah mereka mati sia-sia lagi sebelum berperang karena menaiki kendaraan militer yang tidak aman. Saya miris setiap kali melihat episode keluarga prajurit itu yang bersimbah air mata ketika ayah atau suami mereka dimasukkan ke liang lahat. Kita mungkin hanya bisa bergumam: kasihan, sesudah itu kita sudah lupa dengan peristiwa itu sebelum nantinya dikejutkan lagi dengan peristiwa yang sama untuk kesekian kalinya. Kita sudah lupa dengan nasib anak-anak mereka yang masih kecil atau istri mereka yang jadi janda yang hidup berdesakan-desakan di barak-barak sempit. Masa depan keluarga TNI yang tewas karena kecelakaan itu menjadi suram karena sang pencari nafkah mati sebelum berperang.
Jadi, daripada memikirkan perang melawan Malaysia, mengapa tidak memikirkan keselamatan para prajurit dan keluarganya dari kecelakaan peralatan militer yang rapuh dan sudah usang itu.